Baksos Kesehatan Tzu Chi
KETIKA KESEMBUHAN DAN CINTA KASIH BERTAUT
Kesehatan adalah harta paling berharga setiap manusia.
Sayangnya kesehatan merupakan barang mahal di Indonesia. Padahal, orang
tidak mampu juga memiliki hak untuk sehat. Karenanya Tzu Chi setiap bulan
mengadakan baksos kesehatan di Poliklinik Cinta Kasih Tzu Chi di Cengkareng,
Jakarta. Pada saat itu, Poliklinik Cinta Kasih Tzu Chi seolah menjadi
pelabuhan cinta kasih untuk semua yang terlibat dalam kegiatan baksos
ini. Dengarlah kisah-kisah mereka yang sempat berlabuh di sini.
“Saya Juga Ingin Membantu Orang Lain”
Kakek yang berasal dari Kalianda, Lampung Selatan ini bernama H. Abdurrahman.
Ia menderita katarak pada mata kirinya. Sejak 3 tahun yang lalu mata kirinya
tidak dapat digunakan untuk melihat dengan normal. Meskipun sudah berusia
70 tahun, semangatnya untuk sembuh mendorongnya untuk datang ke baksos
kesehatan Tzu Chi ke-23 tanggal 29-30 Januari 2005 lalu.
Selama di ruang pemulihan setelah menjalani operasi, kakek yang ditemani
Liliana, relawan Tzu Chi dari Lampung ini, berkali-kali menyampaikan rasa
terima kasih dan syukurnya. ”Inilah kerja nyata berbuat baik kepada
orang lain, biar Allah yang membalas,” kata kakek yang kerap menjadi
imam di sebuah masjid dekat tempat tinggalnya itu.
Menyebarkan dan menumbuhkan rasa cinta kasih pada setiap insan adalah
salah satu tujuan yang ingin dicapai Tzu Chi. Hal ini rupanya juga meresap
dalam diri Abdurrahman. Sambil tetap berbaring, ia menyampaikan niat dan
semangatnya untuk ikut menolong orang lain. ”Selama masih diberi
umur, saya juga ingin membantu orang lain tanpa membedakan agama, suku,
atau apa pun,” katanya.
Cinta Kasih Terus Bergulir
Cerita berganti pada baksos kesehatan ke-24 tanggal 26 Februari 2005.
Di ruang pemulihan, seorang kakek berusia 72 tahun, tampak berbaring sendirian.
Ternyata ia sedang beristirahat untuk menormalkan tekanan darahnya. Mukhtar,
kakek itu, datang untuk mengoperasi benjolan di bahu kirinya yang telah
ia derita beberapa tahun. Ia datang bersama putri bungsunya dari Tangerang.
Putrinya, Ida (37 tahun), ternyata merupakan salah seorang relawan Tzu
Chi yang selama ini sering membawa pasien tidak mampu untuk diobati di
baksos Tzu Chi. Sudah 5 tahun Ida menjalani pengabdian ini.
Ida memiliki seorang putri dan seorang putra. Sudah cukup lama ia berpisah
dengan suaminya yang kini sudah beristri lagi. Kedua anaknya menjadi tanggungannya.
Sehari-hari Ida bekerja mencuci baju orang. Penghasilannya digunakan untuk
menghidupi dirinya dan anak-anaknya. Biaya sekolah anak sulungnya, didapat
dari dukungan saudara-saudaranya, tapi untuk anak bungsunya, ia berusaha
mencari sendiri. Suatu ketika, ia tak sanggup membayar biaya sekolah anak
bungsunya. Pada saat itu, seseorang memperkenalkan program anak asuh Tzu
Chi padanya. Sejak itulah anak laki-lakinya menjadi anak asuh Tzu Chi.
Dan sejak itu pula Ida mulai membawa pasien tidak mampu ke baksos kesehatan
Tzu Chi.
|
Ida mengatakan ia merasa tersentuh melihat orang sakit yang tidak punya
biaya. “Kita mau bantu uang tapi tidak bisa, ya bantu tenaga saja,”
katanya. Meskipun ia sendiri tidak sanggup menyumbangkan ongkos berobat,
namun dengan membawa mereka ke baksos kesehatan Tzu Chi, ia menjadi jembatan
orang-orang tersebut untuk meraih kesembuhan. Cinta kasih yang ia terima,
ia sebarkan lagi kepada orang-orang di sekitarnya. Tapi kali ini cinta
kasih kembali lagi pada Ida dengan terbukanya kesempatan berobat bagi
Mukhtar, ayahnya.
|